Jakarta,BeritaRayaOnline,-“Beri satu pelayanan dan utamakan keterampilan, maka hasilnya kreatif atau pengobatan ,dengan demikian dapat menyelamatkan pasien. Semakin tinggi kualitas dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, semakin dapat menekan angka kematian.Perlu ada inovasi,dan pencegahan primer,” ujar Dr.dr.Ismoyo Sunu,SpJP, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) kepada wartawan usai pelantikan Pengurus Pusat Perki dan Kolegium Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah periode 2016-2018 di Hotel JW.Marriot, Jakarta, Minggu (24/7/2016).
Dikatakannya lagi, sampai saat ini alkes/ alat kesehatan (penyakit jantung dan pembuluh darah-red) 90 persen masih harus impor.Namun, tiga tahun lalu UI, ITB, dan ITS dapat dana dari Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menciptakan suatu alkes karya putera dan puteri Indonesia yang saat ini telah diujicoba kepada binatang, dan menyusul kepada manusia.
“Nantinya akan mengurangi harga dengan membuat alkes karya putera dan puteri Indonesia ini, dan turunkan biaya BPJS sebesar Rp 6,9 triliun.Beban kalau tak diatasi dapat menjadi beban negara. Dari Rp 64 triliun dana BPJS , sebesar Rp 29 triliun untuk membiayai penyakit jantung, stroke, kanker, dan penyakit tak menular lainnya,” kata Dr.dr.Ismoyo Sunu, SpJP yang didampingi Dr.dr.Yoga Yuniadi,SpJP, Wakil Ketua I Pengurus Pusat Perki, dan Dr.dr.Djati Sedyawan, Sekjen Perki.
Menjawab pertanyaan wartawan berapa jumlah dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Indonesia saat ini, ia menjelaskan Perki bekerjasama dengan 39 cabang dan komisariat di seluruh Indonesia akan memantau untuk membuat penyebaran jadi merata dan dikendalikan universitas setempat.
“Sampai hari ini kurang lebih ada 850 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Tentu jumlah ini masih kurang mengingat jumlah penduduk kita telah mencapai 250 juta orang. Jadi untuk idealnya hitung aja sendiri.Untuk spesialias jantung kita memiliki 12 centre pendidikan di seluruh Indonesia. Kemarin diwisuda kurang lebih 150 dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dan tiap tahun jumlah wisudawan/i meningkat,” ujarnya.
Ditambahkannya, dokter spesialis jantung Indonesia memiliki kelebihan yang spesifik bila dibandingkan dengan dokter spesialis jantung dari negara-negara Asean. Misalnya, dalam penanganan varieses hanya dokter spesialis jantung Indonesia saja yang mampu menanganinya.
Persiapan IDI Hadapi MEA
Indonesia harus mewaspadai dibukanya sektor kesehatan dalam skema Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Tanpa persiapan yang matang, dikhawatirkan tenaga kesehatan Indonesia kalah bersaing dari sejumlah negara tetangga.
“Persiapan harus kita lakukan dengan baik,” ujar Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG (K) , kepada wartawan , usai pelantikan pengurus pusat Perki dan kolegium ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah periode 2016-2018 di Hotel JW.Marriot, Jakarta, Minggu (24/7/2016).
Prof.Dr.Ilham Oetama Marsis, SpOG (K) mengingatkan sejumlah permasalah harus dipecahkan pemerintah dan tenaga medis di Indonesia.
Salah satu masalah yang harus dicermati adalah tingginya bea masuk impor sejumlah alat kesehatan. “Padahal negara tetangga membebaskan itu,” selanya.
Tingginya bea masuk tentunya akan dikompensasi ke pasien, sehingga menyebabkan biaya berobat di Indonesia menjadi semakin mahal.(Bro-1)
Fotografer by : Lasman Simanjuntak/BeritaRayaOnline
Editor : Pulo Lasman Simanjuntak