Spread the love

Jakarta, BeritaRayaOnline,-Novel berjudul “Akulah Banda Naira” karya  Sekar Ayu Asmara  dikupas secara mendalam oleh Kurnia Effendi (Kef)  dan novelis Kanti W. Janis pada acara SASTRA REBOAN episode ke-16 yang  berlangsung di Aula Pusat Dokumentasi Sastra (PDS)  HB Jassin lantai 4 , Gedung Ali Sadikin Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) , Jakarta, Rabu siang (12/7/2023).

“Saya tidak mau menulis Banda lagi. Masih ada ribuan pulau di nusantara yang perlu diangkat menjadi novel. Saya sedang menyiapkan Samudra Pasai dari Aceh,” kata novelis Sekar Ayu Asmara.Membaca novel “Akulah Banda Naira” karya Sekar Ayu Asmara.

Kurnia Effendi mengaku  terkesima sejak awal. “Saya menyampaikan beberapa pemantik yang dapat dikembangkan dalam diskusi sastra ini,” ucapnya.

Pertama, sesuai judul acara ini, kita memang sedang memandang dua bentangan zaman yang berlangsung dan pada akhirnya berkelindan melalui novel ini. Dan sepakatlah: cinta tidak pernah salah.

Kedua, cara berkisah Sekar Ayu Asmara sangat efektif, tidak berbelit-belit. Padat sekaligus berongga. Langgam puitik terbit dari peristiwa, bukan dari bahasa. Melaju tidak berburu-buru. Stabil sejak mula hingga akhir. Tanpa kecerewetan titimangsa, terang benderang memberi tahu latar masa.

Ketiga,  pengarang memadukan mitos dan pengetahuan modern—dengan ikatan buah pala, jenis rempah yang membuat kita dijajah secara ekonomi dan kemanusiaan—dalam gelora cinta yang ditakdirkan melanda insan dua bangsa.

Keempat, Eksotisme melalui paparan alam, dialek, dan filosofi budaya setempat, membuat cerita tak mudah dipindah ke lain daerah. Kehadiran Gunung Api dan elang bernama Cengke menunjukkan di nusantara segala makhluk memiliki peran penting dalam kehidupan (sejarah) manusia. Keduanya pula setia menjadi saksi.

Kelima, Sekar Ayu Asmara sudah lama menggeluti dunia film (ingat “Biola Tak Berdawai”? Tahun 2004 memenangi hadiah Naguib Mahfouz Award di Kairo.Tak pelak novel ini filmis dengan plot yang maju dan mundur, mengusung masing-masing problema pasangan cinta. (realisme) magis seperti bandul mutiara hitam-putih yang bertuah.

Keenam, semoga novel ini kian menggugah para penulis Indonesia mengangkat kearifan budaya di berbagai tempat untuk memahamkan kenusantaraan bagi semua penduduknya yang bhineka.

“Terima kasih untuk Mbak Dyah Kencono Puspito Dewi sebagai moderator, Nanang Ribut Supriyatin sebagai pemandu acara. Dan para pembaca puisi selain Ana, yakni: Mas Aloysius Slamet Widodo, Lasman Simanjuntak, Shantined, Sonia Renata, Ace Sumanta, Acep Syahril, Nurhayati dkk. Trims, Mas Jodhi Yudono, Yudhi Widdyantoro, Ical Vrigar, Fanny Jonathans, Setiyo Bardono, Caklul Fuad, Imam Ma’arif, Nuyang Jaimee, Giyanto Subagio, dkk yang tidak tersebutkan,” pungkasnya.(***/BRO-2)

  • **/Tulisan ini dikutip dari Laman Facebook Kurnia Effendi yang juga diteruskan ke Laman Facebook Lasman Simanjuntak pada Kamis, 13 Juli 2023.

Editor : Jhonnie Castro

 

Tinggalkan Balasan