Rotterdam, BeritaRayaOnline,-KETIKA Feyenoord melakukan laga persahabatan dengan Sparta di Rotterdam, Jumat (25/3) dini hari WIB, wasit menghentikan laga di menit ke-14. Saat itu, semua orang yang hadir diberi kesempatan untuk menghormati pemilik nomor punggung 14 di timnas Belanda Johan Cruyff.
Hanya selang beberapa jam sebelum kick-off, pria berusia 68 tahun itu menghembuskan napas terakhir. Pria kelahiran Amsterdam itu akhirnya menyerah dalam pertempuran melawan kanker paru-paru yang diidapnya sejak 2015 lalu.
“Di antara dua isapan rokoknya, dia selalu senang berdiskusi dengan pemain muda dan pelatih tentang sepak bola,” kata legenda Prancis Michel Platini.
Cruyff memang terkenal sebagai perokok berat, setidaknya hingga dia merasakan ‘lampu kuning’ pertama atas kebiasaannya itu. Pada 1991, suami dari Danny Coster ini harus naik meja operasi untuk melakukan operasi jantung dan mulai mengonsumsi permen untuk mengurangi kebiasaannya merokok.
“Sepak bola memberi saya segalanya, tapi tembakau merenggut hampir segalanya dalam hidup saya,” ujar Cruyff saat itu.
Meski kini sudah tiada, kontribusi pemilik nama lengkap Hendrik Johannes Cruijff terhadap dunia sepak bola akan selalu dikenang. Di eranya, ia menciptakan standar baru sepak bola modern dengan memperkenalkan ‘Total Football’ bersama tim nasional Belanda.
Sistem itu mempersilakan pemain mana pun, kecuali kiper, untuk bergerak leluasa di lapangan sepak bola. Skema tersebut sekaligus menyudahi masa keemasan ketika tampil dengan empat bek amat dielu-elukan, terbukti der Oranje melaju hingga final Piala Dunia 1974.
Namun, sebelum diperkenalkan di panggung dunia, ‘Total Football’ terlebih dahulu sukses diaplikasikan di Ajax. Cruyff membantu klub Eredivise itu menjuarai liga selama tiga musim beruntun (1971-73) sebelum pindah ke Barcelona di tahun berikutnya.
“Bermain sepak bola itu sederhana, tapi memainkan sepak bola sederhana itu yang sulit,” ungkap Cruyff yang menerima Bola Emas di turnamen sejagad tahun itu.
Tanpanya, filosofi itu mungkin sudah punah di era 1980-an. Ketika itu, sebagian besar pesepak bola era 1960-an memutuskan untuk pensiun, termasuk dirinya pada 1984, plus skema catenaccio tengah digandrungi, bahkan oleh timnas Belanda.
Setahun kemudian, Cruyff memutuskan untuk kembali ke lapangan hijau sebagai pelatih Ajax. Di sana, ia menghidupkan lagi ‘Total Football’ dan mempersembahkan Piala KNVB (1985ā86, 1986ā87) serta Piala Winners UEFA 1987.
Pada 1988, ‘Total Football’ dibawanya ke Spanyol ketika melatih Barcelona. Dengan skuat yang lebih bagus, Cruyff sukses menerapkan skema ini dan membuat lemari piala Blaugrana penuh dengan trofi, termasuk Piala European dan Piala Super UEFA (1991-92) serta empat gelar La Liga. (afp/ash/media indonesia/eykel lasflorest)