Jakarta,BeritaRayaOnline,-Komoditas perkebunan merupakan andalan ekspor Indonesia. Data BPS 2015 Januari s/d November menunjukkan neraca perdagangan subsektor perkebunan surplus Rp 290,7 triliun mampu menutupi defisitnya neraca perdagangan subsektor tanaman pangan, hortikultura dan peternakan.
Dengan demikian subsektor ini mampu menyumbangkan neraca perdagangan pertanian total 2015 menjadi surplus Rp 168,9 triliun.
Akibat gejolak harga dan krisis global tahun 2015 ini turut berdampak pada menurunnya kinerja ekspor perkebunan. Sehingga surplus neraca perdagangan perkebunan 2015 ini menurun dibandingkan 2014.
Komoditas yang terkena dampak paling berat akibat krisis global adalah kelapa sawit dan karet. Harga rerata ekspor sawit tahun 2015 sebesar USD 0,53/kg turun dibandingkan 2014 sebesar USD 0,70 /kg sehingga walaupun volume ekspor kelapa sawit 2015 naik 16,0% dibandingkan 2014, namun nilai ekspornya menurun 11,3%.
Demikian juga rerata harga ekspor karet tahun 2015 sebesar USD 1,41/kg menurun dibandingkan 2014 sebesar USD 1,81/kg, sehingga meskipun volume ekspor karet naik 0,26% tetapi nilai ekspornya menurun22,0%.
Walaupun indikator kesejahteraan petani dari Niali Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) secara keseluruhan meningkat, namun akibat krisis global ini berdampak nyata terhadap kinerja ekspor perkebunan, sehingga NTP dan NTUP Pekebunan Rakyat menurun. Pada tahun 2015 NTP Perkebunan Rakyat turun 4,12 dan NTUP Perkebunan Rakyat turun 2,14 (sumber: BPS, 2016).
Penurunan harga ekspor yang tajam telah memukul income dari 5,8 juta petani kelapa sawit dan 11,5 juta petani karet sehingga tergelincir pada garis kemiskinan. Penurunan harga ekspor sawit Rp 1.245/kg maka petani sawit menderita kerugian Rp 38,4 triliun.
Demikian juga harga ekspor karet turun Rp 2.685/kg maka petani karet merugi Rp 8,8 triliun. Produksi kelapa sawit 2015 meningkat 5,4% dan karet 5,3% (angka prognosa 2015) menjadi kurang berdampak pada income petani dan devisa negara, bila pasar ekspor belum ditangani dengan baik.
Menanggapi data di atas, Hendri Satrio, Juru bicara Lembaga Survei Kedai Kopi di Jakarta, Minggu (8/2), mengatakan, “Saya yakin Mentan telah bekerja keras memenuhi kualitas dan kuantitas produksi pertanian dan perkebunan kita. Kerja keras ini harus diapresiasi lantaran Mentan tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga berorientasi ekspor.”
Sayangnya, menurut Hendri, yang juga dosen di Paramadina, kerja keras ini belum dikomunikasikan dengan baik, sehingga jangankan dimengerti rakyat, koleganya yakni Menteri Perdagangan pun tidak mengerti.
“Nah sebaiknya Menteri Perdagangan koordinasi dan diskusi lagi dengan Mentan sehingga Mendag bisa menyelesaikan tugasnya menurunkan harga kebutuhan pokok dan tidak sibuk buang body lagi,” jelas Hendri. (press release/humas kementerian pertanian/lasman simanjuntak)