Jakarta, BeritaRayaOnline,-Penyerangan dan penculikan terhadap WNI kembali terjadi di perairan Filipina selatan. Empat orang disandera penculik yang diduga militan Abu Sayyaf. Enam lainnya selamat, salah satu di antaranya mengalami luka tembak.
Dengan demikian, kini terdapat 14 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Penculikan terbaru itu terjadi pada Jumat (15/4/2016) sekitar pukul 18.20 di perairan perbatasan antara Malaysia dan Filipina. Saat itu kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi hendak kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara. Kapal itu membawa 10 ABK warga negara Indonesia.
“Seorang ABK terluka tembak di bawah ketiak, lima lainnya selamat tanpa luka, dan empat disandera,ā ungkap Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal dalam siaran pers, kemarin. Keenam orang yang selamat itu sekarang berada di Sabah, Malaysia. Identitas para korban belum dipublikasikan.
Menyusul kejadian itu, TNI mengirimkan KRI Badau dan KRI Selamet Riyadi ke wilayah perbatasan laut RI-Filipina. āSejak tadi malam (Jumat malam-Red) TNI mengerahkan dua kapal perang, yakni KRI Badau dan KRI Selamet Riyadi ke daerah perbatasan laut dengan Filipina untuk melakukan penjagaan di sana,” katanya.
“Harus kita cegah, jangan sampai kejadian ini terulang,ā kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di sela-sela peringatan HUTKe-64 Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur, kemarin. Menurut dia, TNI sudah menyiapkan pasukan untuk menindak tegas kelompok bersenjata yang melakukan aksi teror di Filipina selatan dan mengancam WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal.
āTNI menyiapkan pasukan untuk melaksanakan tindakan tegas baik di laut, darat, maupun hutan. Kapan pelaksanaannya? Itu (tergantung) koordinasi dengan pemerintah Filipina,ā kata Gatot. Sementara itu, kelompok Abu Sayyaf mengumumkan tenggat baru pembayaran tebusan untuk para sandera warga negara asing, yakni 25 April 2016.
Jika permintaan tebusan tidak dipenuhi sebelum batas waktu, kelompok militan itu bersumpah akan mengeksekusi para tawanan. Penetapan tenggat itu diumumkan melalui rekaman video yang diunggah kelompok ini ke media sosial pada Jumat (15/4/2016). Para sandera yang ditampilkan dalam video itu adalah dua warga Kanada dan seorang warga Norwegia.
Tampak pula seorang wanita tawanan asal Filipina. Sepuluh WNI awak Kapal Brahma 21 yang diculik sejak akhir Maret lalu, beserta empat WNI lainnya yang disandera pada Jumat, tidak terlihat dalam rekaman tersebut.
Disekap di Hutan
Reuters melaporkan, para sandera asing yang diperlihatkan dalam video itu diculik dari sebuah resor pantai di pulau Filipina selatan pada September 2015. Para korban diyakini disekap di sebuah hutan di Pulau Jolo. Wilayah ini dikenal sebagai markas Abu Sayyaf.
Dalam video tersebut, terlihat para sandera di bawah ancaman senjata tajam meminta agar keluarga dan pemerintah negara mereka membayar uang tebusan 300 juta peso (Rp 84,5 miliar) per orang. Jumlah itu menurun dari tebusan yang dituntut tahun sebelumnya, yakni satu miliar peso (Rp 284 miliar) untuk setiap sandera.
āSaya diminta memberi tahu Anda bahwa uang tebusan saya adalah 300 juta peso,ā kata seorang pria yang mengidentifikasi dirinya bernama Robert Hall. Atas tuntutan tersebut, militer Filipina menolak berkomentar dan menyatakan belum melihat video yang dimaksud.
Sementara itu, juru bicara kementerian luar negeri Kanada Rachna Mishra menyatakan, pihaknya sudah mengetahui video itu. ā(Kami) tidak akan berkomentar atau memberikan informasi apa pun yang dapat membahayakan keselamatan warga negara Kanada,ā kata Mishra. (**/jubir/nuh/siman/juntak)
sumber berita : suara merdeka cetak ( on line)/minggu/17/4/2016