Spread the love

santosoJakarta , BeritaRayaOnline,- Aparat gabungan Polri dan TNI yang tergabung dalam Satgas Operasi Tinombala terus memburu teroris Santoso dan kelompoknya. Sebelum menjadi pimpinan kelompok teroris, Santoso diketahui pernah berprofesi sebagai pedagang pecah belah.

“Santoso ini sebenarnya bukan siapa-siapa, dia dulunya ini penjual apa, banyak pekerjaan yang sudah dia lakukan. Dan dia pernah kena tindak pidana tahun 2008,” kata Kepala Satgas Operasi Tinombala Kombes Leo Bona Lubis saat dihubungi detikcom, Kamis (24/3/2016).

“Dia jual-jual barang pecah belah dan pekerjaan-pekerjaan lain” sambungnya.

Meski begitu, lanjut Leo, Santoso membawa paham atau ideologi sehingga menjadi pimpinan teroris yang bersembunyi di wilayah pegunungan di Poso, Sulawesi Tengah.

“Nggak tahu bagaimana prosesnya, dia berkembang dan menjadi sekarang ini. Dia dari bukan siapa-siapa, karena membawa paham atau ideologi itu sehingga menjadi sekarang,” ujarnya.

Kini, Santoso dan kelompoknya sudah digiring keluar jauh dari wilayah awalnya. Karena itu, Santoso dan kelompoknya itu kelaparan.

“Santoso dibilang kelaparan iya, tapi itu karena memang mereka sudah kita giring keluar dari wilayahnya yang selama ini mereka kuasai bertahun-tahun,” kata Leo.

“Sudah kita giring dengan taktis dan teknis yang sudah kita lakukan,mereka sudah keluar (dari lokasi awal),” sambungnya.

Ditangka[ Tim Satgas

MAQ alias S alias Brother (19), salah satu anggota teroris kelompok MIT pimpinan Abu Wardah alias Santoso ditangkap tim Satgas Tinombala saat turun gunung. Ia membelot dari kelompok Santoso setelah mengalami kelaparan karena logistik yang mulai menipis.

“Yang bersangkutan ditangkap tanpa ada perlawanan ketika makam di rumah salah satu warga yang kemudian memberikan informasi kepada kami. Dia makan lahap sampai 6 piring saking kelaparan,” jelas Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto kepada detikcom, Kamis (24/3/2016).

Brother diketahui bergabung dengan kelompok Santoso pada September 2015 lalu. Hingga pada Minggu (20/3/2016) sekitar pukul 16.00 WITA, tersangka bersama rombongannya tiba di hutan di dekat perkebunan warga yang terletak di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso.

“Dia di kelompok ini berperan sebagai patroli yang mencari logistik juga, jadi dia paling depan. Mereka bergerilya, jalan dari satu hutan ke hutan lainnya. Di sana, mereka mendirikan dua buah terpal sebagai tenda untuk beristirahat,” imbuh Hari.

Sampai kemudian, pada Senin (21/3/2016) sekitar pukul 02.00 WITA, tersangka melarikan diri dari kelompoknya yang tengah tertidur lelap. Tersangka melarikan diri turun ke perkampungan untuk mencari makanan karena kelaparan.

Pada sekitar pukul 07.30 WITA, tersangka bertemu dengan warga yang baru datang di kebun. Sambil mengancam warga dengan senjata api, tersangka minta makan kepada warga tersebut dan meminta agar tidak melaporkannya kepada petugas.

“Kemudian warga tersebut memberikan makan dan memberitahukan kepada warga lain yang kebetulan berada di sekitar kebunnya untuk segera kembali ke kampung untuk melapor kepada aparat Keamanan. Warga melapor karena mereka sudah kami imbau juga,” lanjutnya.

Tidak lama berselang, tim Satgas Tinombala pun menyergapnya. Tersangka pun menyerahkan diri tanpa ada perlawanan.

“Tersangka mengaku sudah tidak kuat ikut dengan kelompok Santoso karena sudah tidak jelas tujuannya dan jihadnya tidak sesuai dengan ajaran Islam,” pungkasnya.
Nama Tinombala

Aparat gabungan TNI dan Polri terus memburu jaringan teroris kelompok Santoso. Satgas gabungan itu diberi nama Satgas Operasi Tinombala. Kenapa diberi nama Tinombala?

Kepala Satgas Operasi Tinombala Leo Bona Lubis mengatakan, pemberian nama itu merujuk pada nama gunung tertinggi yang ada di Sulawesi Tengah.

“Karena salah satu gunung yang tertinggi di Sulawesi Tengah ini kan Gunung Tinombala. Seperti di Jawa Timur yang tertinggi itu Gunung Semeru, sesuai namanya, kita berharap ini menjadi kokoh, kuat,” kata Leo saat dihubungi detikcom, Kamis (24/3/2016).

Aparat gabungan itu mampu mendesak dan menggiring Kelompok Santoso hingga keluar dari wilayah awal mereka. Sebanyak 2000 personel dari unsur Polri dan TNI dikerahkan dalam Satgas Operasi Tinombala.

“Nggak ada perubahan, nggak ada penambahan (personel), masih jumlah awal,”katanya.

Dalam upaya penangkapan jaringan teroris kelompok Santoso ini, posisi Santoso semakin terjepit. Tapi medan pegunungan yang sulit menjadi kendala.

“Dari mulai awal Februari mereka sudah terjepit, cuma memang situasi medan, itu yang kita belum bisa, mudah-mudahan dalam waktu dekat,” kata Leo saat dihubungi detikcom, Rabu (16/3/2016) lalu.

Bona mengatakan, jumlah pasti anggota kelompok Santoso yang tersisa memamg belum dapat dipastikan. Namun jumlahnya diperkirakan tidak lebih dari 32 orang.

“Kita tidak bisa memastikan, tapi perkiraan itu di antara 25 sampai 32 orang tinggal,” ujarnya.

Jumlah kelompok Santoso terus berkurang. Salah satu anggota Santoso, MAQ alias S alias Brother ditangkap saat turun gunung karena kelaparan, Senin (21/3) sekitar pukul 08.30 WITA di Desa Wuasa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso. Pria berusia 19 tahun itu sempat meminta makan kepada warga setempat.

Kemudian, dua anggota Santoso juga tewas dalam baku tembak dengan aparat pada Selasa (22/3/2016) sekitar pukul 10.00 WITA. (***/jhonnie castro/juntak/pulo/eykel)
sumber berita dan foto : detik.com/detiknews.com

Tinggalkan Balasan