Spread the love

IMG-20160417-WA0000Tokyo,BeritaRayaOnline,-Hari ini Menteri-Menteri kesehatan dari 12 negara Asia Pasifik bertemu di Tokyo untuk membahas resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/ AMR) di Asia.

Pertemuan ini diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, bersama WHO Regional Asia Tenggara (SEARO) dan Regional Pasifik Barat (WPRO). Pada pertemuan ini delegasi berbagi pengalaman mengenai situasi dan program pengendalian AMR di negara masing-masing.

Pakar AMR dari WHO, FAO (Badan Pangan Dunia), OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) serta akademisi dan praktisi yang hadir pada pertemuan tersebut, mengingatkan ancaman kesehatan global yang serius apabila AMR tidak segera ditangani secara terpadu dan multisektoral.

Resistensi antimikroba tidak hanya terjadi pada manusia, namun juga pada hewan dan tanaman. Oleh karena itu pendekatan One Health, yang melibatkan sektor kesehatan, pertanian (termasuk peternakan dan kesehatan hewan) serta lingkungan, menjadi isu yang mengemuka dalam pertemuan tersebut.

Kegagalan atau keterlambatan dalam menangani AMR akan mengakibatkan dampak negatif yang masif pada kesehatan, ekonomi, ketahanan pangan dan tujuan pembanguan berkelanjutan.

Menteri Kesehatan RI Nila F. Moeloek pada kesempatan tersebut menegaskan komitmen Indonesia dalam pengendalian AMR, antara lain dengan telah berfungsinya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk pada 2014 dan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di 144 rumah sakit rujukan serta Puskesmas di 5 provinsi pilot project.

ā€œPada bulan April ini Indonesia akan melakukan review program AMR dan menyempurnakan Rencana Aksi Nasional, dengan asistensi WHO SEARO,ā€ jelas Menteri Kesehatan. Proses ini akan melibatkan berbagai sektor,”katanya.

Pada akhir pertemuan bertajuk ā€œTokyo Meeting of Health Ministers on Antimicrobial Resistance in Asiaā€ tersebut, disepakati Komunike Bersama berisi komitmen untuk pengendalian AMR secara terpadu, kolaboratif, dan penguatan program melalui Rencana Aksi Nasional yang sejalan dengan Rencana Aksi Global.

Hasil Pertemuan Tokyo ini akan dibawa dan ditindak-lanjuti pada pertemuan G7 di Jepang pada bulan Mei dan UN General Assembly pada September 2016.(**/siaran pers biro komunikasi kementerian kesehatan/lasman simanjuntak)

 

Tinggalkan Balasan