Spread the love

Jakarta, BeritaRayaOnline,-Anugerah Sastrawan Utama Indonesia (ASUI) diberikan kepada para sastrawan Indonesia yang nota bene tergabung di komunitas Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia (LPSI), dengan link face book milik Rg.Bagus Warsono (Indramayu) yang juga sebagai admin.

Untuk pertama kali ASUI ini merujuk pada 97 penyair Indonesia yang kumpulan puisinya telah masuk dan tentunya melalui kurasi/ penelahaan yang ketat. Parameter dari kurasi ini, umpamanya merujuk pada kumpulan puisi yang ber-ISBN serta kesesuaian judul kumpulan puisi dan isi. Informasi awal dari Admin, sebenarnya lebih dari 100 kumpulan puisi masuk untuk di kurasi. Satu penyair ada yang mengirim lebih dari satu buku kumpulan puisi.

Dengan pertimbangan tanpa ada kesenjangan, akhirnya cuma satu kumpulan puisi dari setiap penyair yang dimasukkan sebagai kandidat. Ada juga beberapa antologi puisi yang masuk; namun antologi puisi (satu buku ditulis banyak penyair) semata di fokuskan pada pendokumentasian.

Selain berupa plakat, pemberian ASUI juga disertai 2 buku. Buku pertama berjudul “Sastratama, Anugerah Sastrawan Utama Indonesia”. Dan, buku kedua berupa kumpulan esai berjudul “Mengenal Antologi Puisi Indonesia Modern”. Kedua buku ditulis Rg. Bagus Warsono, terbitan Hyang Pustaka, Februari 2023.

Pemberian ASUI disampaikan secara simbolis oleh Heru Mugiarso (Dosen di UNNES)didampingi Founder LPSI, dan diterima langsung antara lain oleh Bambang Widiatmoko, Asmariah Supriyadi (Yogyakarta), Soekardi Wahyudi (Tenggarong, Kalimantan Timur), Wardjito Soeharso (Semarang), Wawan Hamzah Arfan (Cirebon), Kasdi Kelanis (Sragen), Indri Yuswandari (Blitar), Denting Kemuning (Surabaya), Barokah Nawawi (Bandung), Sartikah (Banyumas) dan Nanang R Supriyatin (Jakarta).

Sastratama

Dalam buku Sastratama, Anugerah Sastrawan Utama Indonesia (108 halaman) tercatat di daftar isi: Kata Pengantar, Narasi Sastratama, Puisi Unggulan, Pertanggungjawaban, Nama-nama Penerima ASUI, Daftar Nominator 100 Buku Sastra Utama 2023 dari 1000 Sastratama Indonesia, Daftar Buku Hasil Seleksi Sastratama lengkap dengan cover buku, dan Biodata Penerima ASUI.

Mayoritas kumpulan puisi yang masuk kategori ASUI ialah terbitan tahun 2022, diantaranya kumpulan puisi berjudul “Blas Blus Blas” karya A ‘Syam Candra, “Trembesi di Sudut Kota” karya Denting Kemuning, “Seribu Cinta Satu Tiada” karya Salimi Ahmad, “Apakah Negara” karya Toto St Radik, “Percik Harap di Habaring Hurung” karya Dyah NKusuma, “Sabda Pejalan Sunyi” karya Heru Mugiarso, “Kita dalam Aksara” karya Sartikah dan “The Game of Light” karya Hafney Maulana. Beberapa buku yang masuk ke meja LPSI selain terbitan tahun 2022, terdapat kumpulan puisi “Kentut” (A. Slamet Widodo, 2006), “Meditasi Rindu” (Micky Hidayat, 2008),“Aura” (Dharmadi, 2011), “Forget Me Not All Is About Love” (Hendrawan Nadesul, 2016), “Terapi Jiwa yang Hilang” (Ritawati Jassin, 2019), “Bunga Kupu-Kupu, Mimpi dan Kerinduan” (Wirja Taufan, 2020), dan “Destinasi” (I Nyoman Wirata, 2021).

Semua buku yang masuk sebagai nominator dianggap sebagai buku yang layak dan penyairnya berhak atas ASUI. Pembaca tidak akan menemukan kumpulan puisi terunggul dari 97 kumpulan puisi. Rg.Bagus Warsono selaku kurator tunggal coba membebaskan karya dari sedikitnya kritikus sastra saat ini yang mau menulis kumpulan puisi.

Makanya dalam biodata di buku tersusun tanpa abjad nama-nama penyair. Dilakukan secara acak.

Mengenal Antologi Puisi Indonesia Modern
Buku MAPIM lumayan tebal, 256 halaman. Ada semacam statemen melalui prolog disampaikan penulisnya, Rg.Bagus Warsono melalui narasinya di judul “Produk Penyair Masa Kini Lebih Hebat dari Angkatan 66”. “Produk penyair masa kini (2000-2020) lebih hebat dari produk seorang penyair angkatan ’45 dan ’66 yaitu karya berupa puisi luar biaya banyaknya.

Bayangkan oleh Anda seseorang telah mengikuti antologi bersama hingga 100 kali. Ini berarti lebih dari 100 kali puisi dibuat. Itu dari kesertaan antologi bersama. Belum lagi penyair itu telah menerbitkan 8 antologi tunggal, yang tiap antologi tunggalnya berisi 100 puisi. Luar biasa mudahnya mencipta puisi bak rempeyek goreng yang sekali angkat puluhan dan langsung jadi bisa dimakan.

Bandingkan dengan karya sastrawan angkatan ’45 dan ’66. Mereka hanya sedikit mencipta puisi dan dapat dihitung. Ini artinya sastrawan masa kini lebih produktif dan tentu saja lebih maju, lebih canggih, dan lebih sejahtera. Buktinya “mungkin” telah banyak menerima royalti dan royalti yang mengalir bak mata air gunung Ciremai yang tiada henti.”

Sebanyak 98 kumpulan puisi dibahas melalui apresiasi dengan ungkapan bernas. Pembahasan pendek, sekitar 1,5 halaman untuk masing-masing kumpulan puisi, dilakukan penulisnya semata-mata untuk memperkuat pemberian Anugerah Sastrawan Utama Indonesia (hal. 1-194).

Halaman lanjutannya berisi Mengenal Sastrawan Sastratama, berisi biodata penyair (hal. 195-249). Sumber Pustaka (hal. 249-252). Terakhir artikel berjudul “Menerbitkan Buku Sendiri Biar Tekor Asal Kesohor” (hal. 253-254).

Tentang Rg.Bagus Warsono

Di biodata hanya ditulis dengan nama Bagus Warsono. Nama lainnya Agus Warsono, kelahiran Tegal, 29 Agustus 1965.

Ia dibesarkan dalam lingkungan pendidik. Pernah menjadi guru, menjadi kepala sekolah, dan terakhir menjabat sebagai penilik. Puluhan buku berupa artikel, cerita anak, kumpulan puisi dan esai sudah terbit.

Bagus pernah menerima penghargaan sebagai penulis cerita anak dari Depdikbud tahun 2004. Hingga saat ini perhatiannya pada dunia kepenyairan serta Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia bukan semata karena cinta, namun lebih dari itu mempertaruhkan hidup dan matinya.

Tiga tahun lalu saya menobatkan dirinya sebagai penulis yang selalu punya gagasan besar dan terkadang saya plesetkan dengan sebutan “gila…” (**/BRO-1)

Penulis : Nanang R. Supriyatin, Jakarta, salah satu Penerima Anugerah Setyasastra Nagari, 2021, dan Anugerah Sastrawan Utama, 2023. Keduanya versi Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia.

Editor : Pulo Lasman Simanjuntak

 

Tinggalkan Balasan