Sidoarjo, BeritaRayaOnline,- Bupati Sidoarjo Saiful Ilah meminta warga korban lumpur Lapindo melupakan tragedi semburan lumpur panas yang telah menenggelamkan kampung mereka satu dekade silam itu. Dia mengimbau warga agar kembali bekerja dan memulai hidup baru.
“Karena ini sudah 10 tahun semburan lumpur Lapindo, bagi warga yang ganti ruginya sudah dibayar, tidak terus menuntut. Mari kita bekerja secara profesional,” kata Saiful setelah berpartisipasi dalam drama kolosal di Alun-alun Sidoarjo, Sabtu malam, 28 Mei 2016.
Saiful mempersilakan warga dan pengusaha korban lumpur yang belum mendapatkan ganti rugi menuntut haknya. Hanya, bupati yang menjabat untuk kedua kalinya ini berpesan agar warga menuntut di jalur yang benar. “Kalau tidak bisa secara kekeluargaan, bisa diselesaikan lewat jalur hukum.”
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, kata dia, siap memediasi warga dan pengusaha korban lumpur Lapindo dengan pihak PT Minarak Lapindo Jaya, selaku juru bayar Lapindo Brantas Inc, untuk menemukan penyelesaian ganti rugi. “Saya yakin ada penyelesaian,” kata dia.
Menurut Saiful, ganti rugi korban lumpur Lapindo yang belum dibayar bukan karena kesalahan Minarak. “Itu bukan karena kesalahan Minarak, tapi berkas warga belum komplet.” Dia mencontohkan, ada sebagian berkas warga yang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya tanah basah diubah menjadi tanah kering.
Selain itu, kata dia, berkas ahli waris dan berkas warga dengan yang dimiliki Lapindo tidak cocok. “Jadi, semua masalah ini harus diselesaikan. Kalau tidak bisa cara damai, ya secara hukum.” Ia juga meminta pengusaha korban lumpur Lapindo yang belum terbayar juga menempuh upaya tersebut.
“Kami berharap mudah-mudahan 10 tahun lumpur Lapindo ini tidak menambah orang menjadi resah. Tapi sebaliknya, menambah orang senang. Supaya Sidoarjo tidak terkena bencana terus, tapi membawa berkah,” ujarnya.
Jumlah warga yang belum terbayar, berdasarkan data Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), ada 84 berkas plus 21 berkas belum terbayar sama sekali di luar 3.331 berkas yang ditanggung pemerintah. Adapun jumlah pengusaha yang belum lunas terbayar ada sekitar 31 pengusaha.
Peringati Tragedi 10 Tahun
Puluhan warga korban lumpur Lapindo memperingati tragedi 10 tahun semburan lumpur panas yang menenggelamkan desa mereka. Mengenang tragedi ini, warga melakukan doa bersama di atas tanggul penahan lumpur.
Lumpur panas Lapindo mulai menyembur 29 Mei 2006 lalu. Semburan ini mengakibatkan ribuan warga harus meninggalkan kampung halaman untuk mencari lokasi yang aman.
āHari ini kami melakukan aksi untuk memperingati 10 tahun semburan lumpur Lapindo. Kami memakai dandanan seperti seorang ibu, menggambarkan bahwa setelah pasca tragedi semburan lumpur Lapindo, ekonomi rumah tangga mereka ditopong kaum ibu,ā ujar Harwati (40), warga Siring Porong selaku korlap aksi, Minggu (29/5/2016).
Sebelum aksi dimulai, mereka jalan kaki dari Taman Dwarakarta yang terletak di sebelah utara Mapolsek Porong ke tanggul titik 21. Mereka juga membawa tumpeng dan sejumlah hasil bumi yang dulu sempat tumbuh di kampung mereka.
Kami kata Harwati, berharap dengan momen 10 tahun semburan lumpur ini pemerintah dari daerah hingga pusat tetap memperhatikan nasib para korban lumpur yang kehilangan pekerjaan.
āBukannya kami minta bantuan dicarikan pekerjaan, namun dibantu dibidang kesehatan dan pendidikan anak kami,ā jelas Harwati yang saat ini menjadi pengojek di tanggul lumpur.
Harwati mengaku, kija dirinya dan beberapa teman seprofesi tidak memiliki tiga kartu sakti yang diberikan oleh Kemensos. Padahal, Menteri Khofifah Indarparawansa yang pernah berkunjung ke tanggul titik 21 berjanji akan memberikan kartu tersebut. āNamun sampai saat ini belum ada realisasinya.ā(**/sumber berita/foto/tempo.co/detik.com/surabayaonline.com/29/5/2016/jubir/nuh hasibuan)
EditorĀ Ā Ā : Walter Manuhutu